Jakarta -
Selain pewarna sintetis dan alami, ada juga makanan dan minuman yang menggunakan pewarna dari serangga bernama karmin. Halalkah? Ini Penjelasan fatwa MUI.
Selain racikan rasa yang dibuat seenak mungkin, penampilan produk makanan dan minuman juga wajib dibuat menarik. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan pewarna makanan untuk menampilkan warna yang cerah.
Pewarna makanan sendiri terbagi menjadi dua jenis. Ada pewarna sintetis yang terbuat dari racikan kimia dan pewarna alami yang diambil dari berbagai tumbuhan atau bahan-bahan dari alam lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata ada salah satu pewarna yang berasal dari hewan berbentuk serangga yang dikeringkan dan dihaluskan. Tetapi apakah pewarna dari serangga ini halal untuk dikonsumsi Muslim?
Baca juga: Pelanggan yang Kabur Usai Makan Rp 3,2 Juta Ini Ditangkap Polisi
Seranggga bernama karmin ini banyak digunakan sebagai zat pewarna alami dalam berbagai produk makanan dan minuman. Foto: Istimewa
Mengutip akun Instagram @halalcorner (26/4) serangga berjenis cochineal atau disebut juga karmin telah sejak lama digunakan sebagai pewarna makanan merah tua. Menurut catatan sejarah, serangga ini bahkan telah digunakan sebagai pewarna sejak suku Aztec dan Maya.
Ada tiga penjelasan mazhab yang menyebutkan penggunaan zat pewarna dari serang tersebut. Mazhab Imam Syafi'i, Abu Hanifah dan kitab fikih memiliki penjelasan yang dapat menjadi rujukannya.
Pada mazhab Imam Syafi'i, zat pewarna yang diambil dan dibuat dari yang haram, maka hukumnya haram pula. Berarti produk pangan, obat-obatan dan kosmetik yang menggunakan zat pewarna karmin haram untuk dikonsumsi umat Muslim.
Sedangkan mazhab Abu Hanifah menyebut bahwa serangga hukumnya haram karena termasuk khabaits atau menjijikkan. Hal ini berpatokan pada dalil dalam Qur'an Surat al-Araf ayat 157 yang berbunyi, "...Dan Ia (Rasulullah) mengharamkan yang khabaits atau menjijikkan."
Baca juga: 7 Rekomendasi Teh Lokal yang Cocok Untuk oleh-oleh Calon Mertua
MUI menetapkan fatwa halal karena dianggap sebagai hewan dengan darah yang tidak mengalir. Foto: Istimewa
Berbeda dengan kedua mazhab di atas, beberapa Imam dengan mazhab lain dalam kitab fikih menyebut serangga adalah binatang yang hasyarat dengan dua kategori yaitu dengan darah mengalir dan tidak mengalir. Kedua jenis ini memiliki fatwa halal yang berbeda.
Serangga yang datangnya mengalir ketika menjadi bangkai maka hukumnya haram untuk dikonsumsi karena mengandung najis. Sedangkan serangga yang darahnya tidak mengalir dinyatakan suci atau halal untuk dikonsumsi.
Imam Malik, Ibn Layla dan Auza'i menyetujui bahwa serangga halal untuk dikonsumsi selama tidak membahayakan keselamatan manusia. karmin sendiri merupakan serangga dengan darah yang tidak mengalir dan jenis tersebut lebih banyak dinilai sebagai hewan yang suci dan halal untuk dikonsumsi.
Merujuk pada pandangan para imam dan fuqaha, Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa pewarna yang berasal dari serangga karmin ini dinyatakan halal. Ketetapan itu juga tercatat pada Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 20111 yang telah disepakati oleh Ulama Indonesia.
Wallahualam bissawab.
Simak Video "J.CO Akhirnya Kantongi Halal MUI"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/odi)
Author: Ashley Espinoza
Last Updated: 1699529402
Views: 1227
Rating: 4.1 / 5 (100 voted)
Reviews: 98% of readers found this page helpful
Name: Ashley Espinoza
Birthday: 1980-04-05
Address: 353 Mitchell Mountains Suite 374, Lake Kevin, TX 73995
Phone: +4157863738178837
Job: Article Writer
Hobby: Stargazing, Card Collecting, Juggling, Sailing, Baking, Origami, Sewing
Introduction: My name is Ashley Espinoza, I am a Colorful, striking, lively, variegated, accomplished, unyielding, courageous person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.